
kriminol.com – Yakuza Jepang telah lama menjadi salah satu organisasi kejahatan paling terkenal di dunia. Meski dianggap sebagai kelompok kriminal, mereka juga memiliki struktur, nilai-nilai, dan sejarah panjang yang menjadikan mereka unik di antara sindikat serupa. Istilah “yakuza” sendiri berasal dari permainan kartu Jepang Oicho-Kabu, dengan kombinasi angka yang berarti “tidak berguna” atau “pecundang”. Namun, dalam sejarah panjangnya, yakuza Jepang telah berubah dari kelompok sosial marjinal menjadi kekuatan bawah tanah yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Baca Juga: 10 Kasus Kriminal Paling Brutal dalam Sejarah
Akar Sejarah Yakuza Jepang
Lahir dari Dua Akar Sosial: Tekiya dan Bakuto
Untuk memahami asal-usul yakuza Jepang, kita perlu kembali ke zaman Edo (1603–1868), ketika Jepang masih hidup dalam sistem feodal. Dua kelompok sosial utama yang dianggap sebagai leluhur yakuza adalah tekiya (pedagang keliling) dan bakuto (penjudi). Tekiya hidup dengan menjual barang-barang di pasar, sementara bakuto sering terlibat dalam aktivitas perjudian ilegal.
Kedua kelompok ini berada di luar struktur sosial resmi dan sering dikucilkan oleh masyarakat. Namun, mereka mulai membentuk organisasi sendiri, lengkap dengan kode etik, struktur kepemimpinan, dan sistem perlindungan. Kelompok-kelompok ini kemudian berkembang dan menjadi dasar terbentuknya yakuza Jepang modern.
Peran Samurai Ronin dalam Pembentukan Awal
Setelah berakhirnya era samurai dan pembubaran sistem kasta, banyak ronin (samurai tanpa tuan) kehilangan status sosial dan penghasilan. Beberapa dari mereka bergabung dengan kelompok tekiya dan bakuto sebagai bentuk perlindungan dan sumber penghidupan. Keterampilan militer dan disiplin para ronin memberi fondasi kuat bagi struktur organisasi yakuza Jepang.
Baca Juga: 5 Pembunuh Berantai Paling Sadis yang Menggemparkan Dunia
Perkembangan Yakuza di Era Modern
Transformasi di Era Meiji dan Taisho
Selama era Meiji (1868–1912), Jepang mengalami modernisasi besar-besaran. Pemerintah berusaha menghapus sistem feodal dan menggantinya dengan pemerintahan terpusat. Kelompok yakuza Jepang pun harus menyesuaikan diri. Mereka mulai memperluas pengaruhnya ke dunia politik, konstruksi, dan bisnis ilegal lainnya.
Pada masa ini, yakuza mulai menciptakan citra sebagai “ninkyō dantai” atau organisasi ksatria yang melindungi rakyat kecil. Mereka mengadopsi kode etik Bushido dan menampilkan diri sebagai penjaga moral dalam dunia bawah tanah. Meski sebenarnya mereka tetap terlibat dalam aktivitas kriminal, citra ini membantu mereka bertahan di tengah perubahan zaman.
Masa Perang dan Hubungan dengan Pemerintah
Pada masa Perang Dunia II, yakuza Jepang mengalami lonjakan kekuatan. Karena Jepang sedang fokus pada perang, banyak celah hukum yang dimanfaatkan oleh kelompok ini untuk memperluas pengaruhnya. Mereka juga memiliki hubungan dengan beberapa pejabat pemerintah dan militer.
Setelah kekalahan Jepang, yakuza kembali mengambil peran penting dalam membangun kembali jaringan ekonomi bawah tanah. Di masa pendudukan Amerika, mereka bahkan digunakan oleh pihak militer AS untuk menjaga ketertiban dan mencegah penyebaran komunisme di Jepang. Hubungan ambigu ini membuat posisi yakuza Jepang semakin kompleks dalam struktur sosial Jepang.
Struktur Organisasi dan Kode Kehormatan
Hirarki dalam Yakuza Jepang
Yakuza Jepang dikenal memiliki struktur organisasi yang sangat terorganisir dan hierarkis. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang oyabun (ayah angkat), yang memiliki otoritas penuh atas anggotanya yang disebut kobun (anak angkat). Hubungan ini diikat oleh sumpah kesetiaan yang kuat, dikenal sebagai “oyako-kō”.
Struktur organisasi ini meniru hubungan keluarga tradisional Jepang dan dikelola dengan sistem yang mirip dengan korporasi modern. Ada posisi-posisi seperti wakil ketua, penasihat, kepala keuangan, dan bahkan divisi hubungan masyarakat.
Kode Etik dan Tradisi Unik
Salah satu ciri khas yakuza Jepang adalah kode etik ketat yang mereka pegang. Mereka menjunjung tinggi nilai loyalitas, keberanian, dan rasa hormat. Pengkhianatan terhadap kelompok biasanya dihukum berat, bahkan bisa berujung pada kematian.
Salah satu tradisi paling terkenal adalah yubitsume, yaitu pemotongan jari kelingking sebagai bentuk penebusan kesalahan. Tradisi ini memperlihatkan komitmen ekstrem terhadap kehormatan dan kesetiaan dalam dunia yakuza.
Aktivitas Yakuza di Dunia Modern
Kegiatan Legal dan Ilegal
Di era modern, yakuza Jepang tidak hanya terlibat dalam kejahatan seperti pemerasan, perjudian ilegal, dan perdagangan narkoba, tetapi juga memiliki kegiatan bisnis legal. Beberapa kelompok yakuza memiliki perusahaan konstruksi, real estate, dan bahkan klub malam yang beroperasi secara resmi.
Mereka juga kerap terlibat dalam acara publik seperti festival atau bantuan bencana. Saat terjadi gempa besar di Kobe tahun 1995, misalnya, kelompok yakuza Jepang seperti Yamaguchi-gumi diketahui membantu warga dengan distribusi makanan dan logistik. Tindakan ini membuat citra mereka menjadi ambigu di mata masyarakat: antara penjahat dan pelindung.
Perubahan Strategi dalam Menyikapi Hukum
Pemerintah Jepang secara bertahap memperketat hukum terhadap aktivitas yakuza Jepang, terutama sejak tahun 1990-an. Undang-undang anti-yakuza diterapkan, yang membuat keterlibatan mereka dalam dunia bisnis menjadi semakin sulit.
Sebagai respons, beberapa kelompok mulai mengurangi visibilitas dan mengubah cara mereka beroperasi. Banyak yang memilih bergerak secara lebih tersembunyi, menggunakan perusahaan cangkang dan perantara untuk menyembunyikan identitas mereka.
Kelompok-Kelompok Besar dalam Dunia Yakuza Jepang
Yamaguchi-gumi
Kelompok yakuza Jepang terbesar dan paling terkenal adalah Yamaguchi-gumi, yang berbasis di Kobe. Didirikan pada tahun 1915, kelompok ini telah tumbuh menjadi organisasi multinasional dengan ribuan anggota. Yamaguchi-gumi dikenal sangat terorganisir dan memiliki pengaruh besar dalam dunia politik dan ekonomi bawah tanah.
Sumiyoshi-kai dan Inagawa-kai
Selain Yamaguchi-gumi, ada juga Sumiyoshi-kai, kelompok terbesar kedua, yang lebih terdesentralisasi dalam strukturnya. Sementara itu, Inagawa-kai berbasis di Tokyo dan merupakan salah satu kelompok paling tua yang masih aktif.
Ketiga kelompok besar ini mendominasi dunia yakuza Jepang dan sering terlibat dalam konflik teritorial, meskipun ada juga masa-masa damai di mana mereka membuat perjanjian tidak tertulis untuk membagi wilayah operasi.
Representasi Yakuza dalam Budaya Populer
Film, Manga, dan Video Game
Kisah-kisah yakuza Jepang telah menjadi sumber inspirasi dalam berbagai bentuk media. Dalam film Jepang klasik seperti Battles Without Honor and Humanity, realitas kehidupan yakuza digambarkan secara dramatis. Manga dan anime juga kerap mengangkat tema yakuza, baik sebagai karakter utama maupun antagonis.
Video game seperti seri Yakuza dari Sega bahkan membawa pemain ke dalam dunia bawah tanah Jepang secara interaktif, lengkap dengan cerita, karakter, dan lokasi yang menggambarkan kehidupan yakuza Jepang secara mendalam. Representasi ini ikut membentuk persepsi global terhadap fenomena yakuza.
Simbolisme dan Estetika
Tato tubuh penuh (irezumi) adalah salah satu ciri khas visual dari anggota yakuza Jepang. Tato ini bukan sekadar hiasan, melainkan simbol status, keberanian, dan loyalitas terhadap kelompok. Proses pembuatannya pun sangat menyakitkan dan memerlukan waktu bertahun-tahun, mencerminkan dedikasi yang tinggi.
Namun, seiring waktu, tato tersebut juga menjadi beban sosial. Banyak pemandian umum dan tempat olahraga di Jepang melarang individu bertato, karena langsung diasosiasikan dengan yakuza.
Penurunan Kekuatan Yakuza Jepang
Perubahan Sosial dan Ekonomi
Dalam beberapa dekade terakhir, kekuatan yakuza Jepang mulai menurun. Perubahan sosial dan tekanan ekonomi membuat banyak anggota muda enggan bergabung. Selain itu, pengawasan ketat dari pemerintah dan aparat hukum mempersulit operasional mereka.
Generasi muda Jepang juga lebih memilih jalur legal dan profesional dibandingkan terlibat dalam dunia kriminal. Kecenderungan ini membuat organisasi yakuza kehilangan regenerasi dan perlahan-lahan menyusut dalam jumlah.
Gerakan Anti-Yakuza
Pemerintah Jepang telah meluncurkan berbagai kampanye dan undang-undang untuk menekan pengaruh yakuza Jepang. Banyak perusahaan dilarang melakukan transaksi dengan kelompok yang terindikasi berafiliasi dengan yakuza. Bahkan, beberapa bank dan lembaga keuangan memiliki kebijakan khusus untuk menolak layanan terhadap individu yang terlibat.
Masyarakat pun mulai lebih terbuka dalam menolak keberadaan yakuza, berbeda dengan masa lalu di mana keberadaan mereka dianggap sebagai “kejahatan yang bisa diterima”. Kini, stigma terhadap yakuza semakin kuat, dan ruang gerak mereka makin sempit.